Love . Laugh . Life . Travel . Backpacker . Kuliner

Latest Posts

Kami Sayang Papa

By 20.11

3 Maret 2018

Hari ini Papaku berulangtahun tepat diusia ke-60 tahun. Dulu waktu Papa masih satu rumah dengan kami disubuh hari sebelum sholat subuh berjamaah kami menyempatkan mengucapkan selamat ulangtahun untuk papa, walau disambut dingin oleh beliau. Papa orang yang sangat dingin, tanpa ekspresi, dalam otakku hanya tahu papa sosok pria yang cuek. Mungkin karena papa seorang pria, itu penilaianku saat itu, saat usiaku hampir 27 tahun. Papaku seorang wiraswasta tamatan SD, berdagang dari waktu masih muda hingga akhirnya usaha ikan yang beliau kelola maju dan kami sekeluarga harus pindah ke Bangka. Pindah sekolah dan bertemu dan teman-teman baru. Walau Papaku sekolah tidak setinggi anak-anaknya, tapi beliau jadi "my favorite man" kalo sholat jamaah, doanya setelah sholatnya banyak, dan beliau tidak akan pernah terganti.


Papa dan Mama tidak satu kota lagi denganku dan adikku, Citra. Papa dan Mama hijrah ke Kota asal kami Palembang, memulai kehidupan baru disana. Sedangkan Aku dan adikku Citra kami menetap di Pangkal Pinang,

flash back 2015
alhamdulillah semenjak usaha Papa tidak sejaya dulu, anak-anaknya sudah mandiri, sudah cukup untuk berdiri sendiri, Adikku yang bungsu namanya Rezky sejak tamat sekolah, mencoba mengadu nasib untuk ikut secaba polisi, namun saat ikut test dia harus gagal, disaat itu juga Rezky mencoba mendaftar kuliah disalah satu universitas negeri di Jakarta, Jadi saat itu yang harus di kuliahkan oleh mama ada 2 Orang, Citra dan Rezky. walau citra sambil bekerja sebagai honorer di salah satu dinas di pemprov di kota itu, tidak bisa dia mengcover biaya kuliah sehingga citra juga masih di subsidi oleh mama. Oke kesepakatannya Rezky akan kuliah, aku sepakat dengan mama, aku akan bantu biaya kuliah adik bungsuku. Syukurnya aku pun sudah lulus kuliah, Gaji ku di perusahaan swasta tempatku bekerja bisa untuk bantu kuliah adik.
Disaat Rezky ujian masuk universitas, dia juga sedang mengikuti PON di Bandung perwakilan dari Prov Babel. Alhamdulillah disaat yang bersamaan Rezky pun mendapatkan tawaran ikut secaba TNI unggulan atlet, doa orangtua yang siang malam selalu menemani langkah anak-anaknya.
Lalu kami pun kembali berpisah dengan Rezky yang harus dinas di Jakarta.

awal Februari 2018
Hari itu cutiku di approve oleh pemimpin, tempat kerjaku baruku di salah satu perbankan BUMN yang sejak 2016 aku mulai kerja disini. Cuti tahunan 12 hari, bayangkan 1 tahun full dari 2017 cuti ngga kepake, aku putuskan untuk pulang ke Palembang, 12 hari ? ke palembang ? kenapa ngga liburan kemana kek..
Itu pertanyaan yang ku dapati saat aku bilang ke teman-teman cuti ku di approve. Jawabanku saat itu cuma satu, pengen pulang aja liat orangtua ..
Tiba di Palembang aku quality time dengan Papa dan Mama. Papa memiliki riwayat sakit jantung, sewaktu-waktu kambuh, harus mendapati oksigen di IGD ntah itu pagi,siang atau malam,
Setiap hari yang ku tanya Papa pengen makan apa? Papa pengen beli apa ? Papa pengen kemana ?
Jadi selama cuti di Palembang, kami ketempat makan kesukaan papa, ke rumah saudara-saudara papa yang pengen beliau datangi, ke dokter checkup, dengerin langsung dokternya ngomong apa, ngga boleh makan apa, ngga boleh ngapain aja. Papa cukup bandel urusan makan dan recovery, tapi kalo anaknya sudah bilang papa ngga boleh ini ngga boleh itu ya, jawaban papa cuma satu, iyo Nak.
Suatu hari papa alergi kulit wajah karena terpapar sinar matahari dan polusi lalu aku bawa ke dokter praktek kulit, pulangnya kami makan nasi padang di depan klinik, kesukaan papa pengen makan gulai kikil sama ayam goreng. Pulang dari klinik, sudah mandi papa ngoles sendiri salep ke wajahnya, aku sampai menawarkan bantuan "sini biar ani yg olesin" dan papa tidak keberatan untuk di bantu.What a beautiful moment :')
Saat cuti memang aku rencanakan adik-adikku harus pulang semua, tapi yang bisa pulang cuma Rezky beberapa hari sedangkan citra karena kerja dan ngga bisa izin jadi ngga bisa pulang, janjiku sama papa waktu itu, "nanti kita beli oxygen yang bagus ya pa biar kalo sesak ngga perlu ke IGD" , "oh iya Nak mahal ngga oxygennya?" "ngga pah" Cuma saat itu aku belum punya uang cukup untuk belinya jadi bermaksud menunggu gajian.

sempat mengajak papa foto, sesekali terbesit difikiran, jangan-jangan ini kali terakhir tapi beberapa kali pula aku tepis pikiran-pikiran itu. Hingga saatnya harus pulang karena masa cuti sudah hampir selesai. Pamitan dengan Papa dan Mama, berat kami melangkah ...

 
Sabtu, 3 Maret 2018,
Siang itu Aku, Adikku dan Titien, makan makan siang bersama disalah satu rumah makan. sambil mengunggu VC via Whatsapp melalui Telepon Mama
Mama mengarahkan kamera depannya ke arah Papa yang sedang duduk diteras rumah, ucapan doa , harapan, semoga papa lekas membaik, lekas sehat kami sampaikan, senyum tipisnya terlihat. Siapa yang mengira itu adalah ulangtahun terakhir papa..

Senin, 2 April 2018
Seperti biasa di tempat kerjaku di awal minggu akan ramai sekali nasabah, hari itu jadi hari yang melelahkan, sore hari setelah tutup kas, tel batch kas masuk, kas keluar dan pemindahan hari itu sebelum maghrib sudah selesai padahal hari itu crowded. Lepas sholat maghrib di lantai 2 aku bantuin penyeliaku beresin kerjaain di belakang, seperti biasanya. Selepas jam operasional, kami sudah bisa menggunakan handphone, pas sekali saat selesai sholat baru handphone ku berdering, itu telepon dari Adikku, Citra.
di Telepon itu Citra nangis sejadi-jadinya, tidak berkata apapun, hanya menangis ..
fikiranku kalut, jantungku deg-degan, tanganku gemetaran, tapi aku coba tenang, beberapa pasang mata diruangan itu melihat kearahku, karena saat angkat telepon aku antusias dan tiba-tiba hening.
"ce' .. Papa meninggal" hanya itu yang bisa di katakan adikku semampunya, selebihnya dia kembali sesegukan menangis.
"innalillahiwainnailahirojiun .. " aku tutup telepon, dan tertunduk menangis menutupi wajahku, seperti sedang mimpi buruk. dikuatkan oleh rekan-rekan kerja dan penyelia ku yang mencoba menanyakan siapa yang meninggal. Ku lihat kembali di handphoneku, sore itu beberapa kali mama mencoba menghubungiku tapi karena handphoneku diloker jadi tidak bisa diangkat.

Penyeliaku menyuruhku untuk pulang lebih dulu, aku masih diam, bingung, aku duduk di banking hall ditemani beberapa rekan yang tetap menguatkanku yang masih menangis, syukurnya saat itu aku berada dilingkungan orang-orang yang luar biasa baik, seniorku dikantor membantu mengusahakan mencari penerbangan malam itu, penerbangan sore ke Palembang sudah take off jam 6 sore tadi, tinggal menunggu penerbangan terakhir jam setengah 8. Senior dikantorku berusaha nyari info tiket yang available , sampe akhirnya aku disuruh pulang dulu untuk bawa baju secukupnya dan langsung ke bandara dengan baju kerja yang masih melekat di badan. Waktu sampe kostan, ku lihat pesawat yang akan berangkat ke Palembang sudah mengarah turun. Aku berulang kali dihubungi untuk langsung ke bandara padahal supir kantor sudah menunggu di depan kostan. Temanku datang pake motornya, naik mobil ngga memungkinkan untuk bisa sampai bandara tepat waktu. Akhirnya aku ikut Rudi pake motor besarnya (aku ga tau apa motornya ). Sudah ngga tau lagi berapa kecepatan motornya melaju, yang pastinya nyawa sudah kayak di ujung motor itu saking ngebutnya nyalip sana nyalip sini. Tiba dibandara pimpinan ku dan beberapa bagian umum kantor sudah menunggu. 

Seniorku bilang tiketnya hanya satu. Tentukan siapa yang mau berangkat antara aku dan adikku. Aku dan adikku sepakat, aku yang pergi duluan. Sepanjang perjalanan pulang , aku cuma nangis tapi ngga punya tisu sampe ngelap pake jilbab. Penumpang disebelahku akhirnya ngasih tisu. 
Tiba di bandara aku dijemput sahabatku Akbar,  
Sepanjang jalan pulang cuma bisa nangis 
 
Tiba didepan gang rumah, menggunakan tas ransel aku turun dari mobil, sepanjang gang sudah ramai keluarga yang menyambut yang datang, tatapan sepanjang berjalan menuju rumah masih kosong, om ku adik mama menyambutku dari depan rumah, suara yasinan sudah terdengar, dilepaskannya tas ku, "yang sabar ya rani... "
tangisku pecah..
aku masuk kedalam rumah, papa sudah tidur dikeliling oleh keluarga dan tetangga yang ta'ziyah.
aku buka kain penutup nya, aku peluk badannya yang sudah dingin dan kaku, aku ciumi pipinya.
Saat itu rasanya hidupku terhenti sejenak, semua terasa jadi "gelap"

Semua orang sudah pulang, beberapa keluarga masih ada yang tinggal. Aku sudah ganti baju, ku ambil bantal,dan tidur disamping almarhum sambil ke pegangi tangannya, aku peluk badannya yang sudah menyusut, papaku sudah meninggal dunia.
Aku hanya berharap, jika aku tertidur, yang ku lihat dan aku rasakan hari itu hanya mimpi buruk dan saat bangun aku cuma ingin pulang dan peluk papa lama-lama.
papa tidak dimakamkan saat itu juga, karena menunggu kakakku yang kebetulan sedang liburan dg keluarga kecilnya ke bandung dan sudah diperjalanan pulang, adikku citra yang harus terbang dr pkp pagi hari dan adik bungsuku Rezky yang juga tidak mendapatkan pesawat malam itu dari Jakarta.

Paginya..
Kami sudah berkumpul, memandikan papa, disholatkan lalu, dimakamkan di dekat makam orangtuanya setelah sholat dzuhur.

03 April 2020 Tepat Papa dimakamkan , tepat 1 bulan setelah Papa berusia 60 tahun. 
Tidak pernah ada yang tahu usia, ku fikir orangtuaku akan selalu ada ketika kami semua akan menikah,kufikir orangtuaku akan selalu sehat sampai punya banyak cucu, ternyata hari  ini bertemu belum tentu besok bisa berjumpa lagi. 

Namun sebelum papa meninggal, setidaknya kami sudah menunjukkan pada Papa, kami sudah bisa mandiri, kami sudah bisa buat bangga orangtua, walau perjuangan yang kami lalui tidak seberat almarhum membangun usaha dan jatuh bangun hidupnya. Cerita-cerita dari orang-orang yang mengenal Papa dengan baik cukup untuk menguatkan kami, berbuat baik itu tidak untuk hari ini saja tapi bekal untuk besok,


Kami sayang Papa,

You Might Also Like

0 komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.